Jumat, 11 Juli 2008

Kasus Solar Ramayana Berlanjut

Bontang,- Ramayana Dept Store cabang ke 102 di Bontang yang ditengarai menggunakan solar subsidi, kini kasusnya berlanjut. Surat perintah penangkapan terhadap pemasok dan pihak Ramayana turun. Tapi bukan dari Reskrim Polres Bontang. Tapi dari PPNS, Jakarta.


Pemasok, Ani Endang, ditangkap terlebih dahulu. Yang anehnya, dari pihak Ramayana, yang ditangkap kepala toko, Rahmad. Padahal siapa Rahmad, sehingga dia bisa memutuskan untuk melakukan bargaining (tawar-menawar,-red) dengan pemasok, bila tidak mendapat mandat, walau lisan. Siapa sih Rahmad, hingga dia bisa memutuskan satu transaksi yang bernilai ratusan juta perbulan, kalau tidak mendapat restu dari manajemen. Siapa sih Rahmad, hingga agreement (kalau pun ada-red) atau kesepahaman/kesepakatan dalam bentuk apapun, dapat ia tandatangani kalau tidak dalam bentuk ‘on behalf of’ atau mewakili Perusahaan. Yang pastinya ada, approval atau persetujuan manajemen dan disaksikan oleh (reviewed by) Komisaris. Karena nilai transaksi ratusan juta.


Sah saja Rahmad kebakaran jenggot. Wong dia cuma karyawan yang makan gaji. Lagi pula apa sih untungnya buat Rahmad. Semua transaksi Bank to Bank dengan invoice satu bulan. Nah, kabarnya Rahmad punya saudara yang ber-bintang dua di Mabes Polri. Kini giliran Ramayana yang kebakaran jenggot. Ujug-ujug Ramayana pusat awal April, mengutus dua orang ke Bontang. Entah urusan apa. Sinyalemen yang beredar berupaya untuk membebaskan Rahmad. Mohan Hutabarat dan Kombes (Pur) Winarno, selaku kepala sekuriti Ramayana pusat. Upayanya jelas tidak berhasil. Mungkin karena SPP (surat perintah penangkapan) datang dari PPNS, Jakarta. Selain karena kasus ini bersentuhan dengan UU Migas maka Kejagung dan Mabes Polri bakal terus memantau kasus ini.


Seminggu kemudian, pertengahan April, dua orang itu datang lagi. Winarno cuma sampai Balikpapan, tidak ke Bontang. Kabarnya membawa katebelece dari oknum ber-bintang dua di Mabes Polri. Kemungkinan untuk Kapolda Kaltim, yang notabene sama-sama ber-bintang dua. Namun ketika Eksekutor mencoba menghubungi Kapolres, Dono Indarto, ia pun sedang ada di Balikpapan. Ketika dikonfirmasi ada upaya membebaskan Rahmad karena punya ‘orang kuat’ di Mabes Polri, Dono malah balik bertanya, “Kata siapa? Koq anda tahu?” Selanjutnya di menegaskan proses kasus ini akan terus berjalan. “Kasus ini sedang dalam proses Berita Acara Pemeriksaan (BAP), dan akan terus berjalan,” Tegas Dono seraya mengakhiri percakapan.


Selanjutnya Eksekutor menyambangi Prayitno, Kasipidum Kejari Bontang untuk konfirmasi. Prayitno mengakui penangkapan Ani Endang dan Rahmad, karena surat tembusan dari PPNS juga sampai ke mejanya. Pada kesempatan itu, Eksekutor menyerahkan draft berita yang berjudul “Ramayana Ditengarai Gunakan Solar Subsidi.” Dia tertarik, dia minta satu kopi. Katanya,”Kalau dia BAP nanti tidak seperti ini, saya akan kembalikan.” Benar saja, BAP yang sudah dibuat Polres Bontang, sampai beberapa kali bolak-balik. Dan menurut seorang polisi penjaga sel tahanan Polres Bontang, Ani Endang dan Rahmad sudah beberapa kali diperiksa ulang, bahkan hingga tengah malam.


Pengadilan pun digelar. Pada sidang-sidang awal Winarno setia mengunjungi. Melalui sidang ini terbukti Rahmad mengajukan Invoice dengan hanya melampirkan kuitansi pembelian. Aneh bukan. Tapi sepertinya tidak bagi menajemen Ramayana. Karena tagihan Januari dan Februari 2008 telah dibayarkan manajemen. Sejatinya, ketika menejemen menerima invoice atas pembelian solar tapi hanya melampirkan secarik kuitansi, patut dicurigai solar yang akan dibayarkan itu bukan solar keekonomian (solar industri.-red) yang diwajibkan Pertamina bagi Ramayana. Ramayana membeli solar tanpa Delivery Order (DO) Pertamina, berarti manajemen Ramayana-lah yang melegalkan solar ilegal.


Yang membeli solar bukan Rahmad, pun yang membayar solar. Kalaupun Rahmad terlibat dalam pembahasan kesepakatan pembelian itupun Rahmad dalam posisi ‘on behalf of’ yang mewakili perusahaan. Bukan yang bertanggungjawab. Yang memutuskan jadi atau tidaknya kesepahaman itu ada pada manajemen. Yang memutuskan jadi membeli solar itu ada pada manajemen. Yang memutuskan untuk membayar atas pembelian solar ilegal itu juga ada pada manajemen.


Lain lagi ketika Eksekutor, sewaktu masih menginvestigasi penggunaan solar oleh Ramayana ini. Asep, petugas Ramayan yang tugasnya menerima solar dengan jerigen 30 literan itu. Ia dengan begitu pede-nya memperlihatkan pada Eksekutor, DO pertamina atas nama perusahaan Ani Endang dan termaktub harga industri. “Anda lihat sendiri kan. Kami membeli solar dengan DO dan harga industri,” Ujar Asep meyakinkan Eksekutor. Semestinya, DO inilah yang menjadi bukti pendukung saat sidang. Dari hal ini, patut dicurigai, Ramayana menghindar dari tuduhan penggunaan DO Pertamina aspal (asli tapi palsu,-red).


Kini persidangan memasuki tahapan pembacaan tuntutan. Namun terulur hingga sebulan. Kabarnya menunggu surat balasan dari Kejagung. Seyogyamya para penegak hukum kembali mengingat konsep penegakan hukum, “Lebih baik membebaskan 10 orang yang bersalah, dari pada menghukum 1 orang yang tidak bersalah.”


Apakah Rahmad bersalah? God Knows.